Badan PBB untuk Pengungsi Palestina melaporkan bahwa 86 persen wilayah Gaza saat ini berada di bawah perintah evakuasi. Sejak 7 Oktober 2023, serangan brutal Zionis Israel telah menjadikan masyarakat sipil Gaza sebagai sasaran, mengakibatkan krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di wilayah tersebut. Setidaknya 40.173 orang telah tewas dan 92.857 lainnya terluka. Pasukan Israel juga telah menghancurkan 42 sumur dan sekitar 70.000 jaringan air linear sejak awal perang, menyebabkan kekurangan gizi dan penyakit, termasuk Polio. Selain itu, seluruh penduduk di Jalur Gaza kini berisiko kelaparan dan diklasifikasikan dalam IPC Fase 3 atau lebih tinggi (krisis atau lebih buruk).
Sejak serangan 7 Oktober 2023, sebagian besar penduduk Gaza tidak lagi memiliki akses ke pasokan air bersih. Serangan udara Israel telah menghancurkan infrastruktur dan sumur air, yang berpotensi melanggar hukum humaniter internasional, serta merenggut ribuan nyawa dan membuat hampir dua juta warga Gaza mengungsi. Sekitar 90 persen pasokan air Gaza berasal dari Cekungan Akuifer Pesisir yang membentang di sepanjang pantai Mediterania timur dari Mesir, melalui Gaza, hingga Israel. Namun, air dari akuifer ini sudah tercemar oleh intrusi air laut, ekstraksi berlebihan, serta infiltrasi limbah dan bahan kimia. Akibatnya, warga Gaza harus bergantung pada unit desalinasi skala kecil dan truk tangki air swasta yang tidak diatur, yang cukup mahal dan dapat menimbulkan risiko kesehatan tambahan.
Sebagai bentuk respons atas krisis ini, pada 17 Agustus 2024, bantuan berupa air bersih telah disalurkan kepada 1.750 keluarga penerima manfaat di Gaza Utara, khususnya di Al-Falah Shelter dan Al-Zeitoun Martyrs Shelter. Bantuan ini menjadi salah satu upaya untuk mengurangi dampak kemanusiaan yang semakin kritis di Gaza, terutama di tengah peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-79.